Senin, 04 Februari 2008

Politik Jual Beli

POLITIK JUAL-BELI



Tahun-tahun belakangan ini, bangsa kita disibukkan dengan hajatan demokrasi (pemilu) yang tidak selesai juga hingga sekarang. setiap kali pemilu diselenggarakan, pada saat itu juga uang berbicara. dengan jumlah yang tidak sedikit, mulai ratusan juta hingga ratusan milyar uang berputar dalam kegiatan tersebut. Banyak diantara uang tersebut digunakan untuk keperluan kampanye, baik itu kampanye terbuka atau kampanye terselubung. Bahkan uang tersebut digunakan untuk ”membeli” suara rakyat. Dan hal-hal tersebut akan berlanjut secara simultan.

menginjak tahun 2008 kostelasi perpolitikan Indonesia diramalkan akan semakin intens dan panas. Diakui atau tidak, dinamika politik nasional 2007 diwarnai oleh meningkatnya suhu politik melalui dengan banyaknya elit politik yang "turun gunung" ke plosok-plosok daerah dari tempat persemediannya (Jakarta). Diawali oleh sang Wakil Presiden (Jusuf Kalla) dengan agenda Safari Romadhannya, dilanjutkan dengan Silaturahmi Politiknya Megawati Soekarno Putri, dan yang terakhir agenda keliling kampung dan pesantren ala Gus Dur. Tujuannya tidak lain untuk menarik simpati para konstituen yang ada di daerah-daerah dan sebagai bekal untuk bertarung di medan perang pemilihan presiden tahun 2009.

Perubahan sistem pemilu yang terjadi setelah lengsernya bapak pembangunan (soeharto) memiliki dampak yang besar terhadap strategi politik yang diterapkan oleh partai politik untuk menarik simpati para pemilih. Kebijakan multipartai yang diterapakan dan ditambah dengan munculnya partai-partai baru mambuat partai-partai yang telah mapan berpikir tujuh keliling untuk memenangkan perebutan kursi presiden. Hal itu diperparah dengan diberlakukannya pemilihan langsung oleh rakyat yang belum lama diterapkan di Indonesia.

Sekarang ini, partai bukan mencoba mendapatkan suara dengan ”Adu Otot”, melainkan harus dengan ”Adu Kepala”, bukan dalam arti harfiah melainkan adu strategi dan inovasi. Perubahan mekanisme dan sistem pemilu di Indonesia kemungkinan besar akan mengubah hubungan antara para kontestan pemilu dengan para pemilih. Sistem multipartai, para peserta pemilu di hadapkan pada sebuah realitas bahwa persaingan untuk mampu merebut, memuaskan dan meyakinkan pemilih semakin kompetitif dan ketat. Dan dapat dipastikan bahwa partai yang gagal dalam melakukan hal ini akan tersingkir dari ajang persaingan merebutkan kursi empuk kepresidenan.

Terdapat satu kata kunci yang perlahan tapi pasti menjadi kata kunci dalam sistem perpolitikan sekarang ini, yaitu persaingan. Persaingan merupakan suatu konsekwensi logis dalam demokrasi, dimana masing-masing perserta pemilu bersaing untuk meyakinkan pemilih bahwa partai dan kandidat merekalah yang layak dipilih dan keluar sebagai pemenang pemilu. Melalui mekanisme seperti ini, rakyat akan dapat menilai sendiri mana perserta yang menawarkan produk politik yang paling sesuai dengan kebbutuhan mereka dalam kondisi ke kinian.

Kampanye merupakan salah satu media dan periode di mana setiap kontestan memiliki kesempatan untuk mempromosikan dan mempronosikan ide-ide dan inisiatif politik. Para peserta saling berlomba menawarkan priduk politik kepada masyarakat. Masyarakat akan menilai sendiri latar belakang, kapasitas, reputasi serta track record para kandidat.

Seiring dengan kemajuan zaman diiringi dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dengan semakin terintegrasinya masyarakat modern, dan tuntutan untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi,maka partai politik di tuntut untuk malakukan pendekan alternatif yang manarik untuk membangun hubungan antara partai dan para kanstituen. Dalam hal inilah marketing politik berperan.

Metode dan pendekatan yang terdapat dalam ilmu marketing dapat membantu institusi politik untuk membawa produk politik kepada konstituen dan masyarakat secara luas. Institusi politik dapat menggunakan metode marketing dalam penyusunan produk politik, distribusi produk politik kepada publik dan meyakikan bahwa produk politiknya lebih unggul dibandingkan dengan produk pesaing.

Penggunaan metode marketing dalam bidang politik lebih menekankan para politikus atau partai agar lebih efisien dan efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Dalam hal ini dapat dihubungkan dan di pahami secara luas, baik kontak secara langsung dalam arena kampanye pemilu atau promosi melalui media massa. Dan juga dapat melalui kempanye terselubung yang sekarang mulai marak dilakukan oleh para kandidat.

Marketing poltik perlahan tapi pasti telah merasuk dalam kehidupan politik di indonesia. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, diakui atau tidak diakui, partai politik di indonesia mulai marak melakukan marketing politik. hal itu tercermin dari mulai maraknya kandidat yang mempromosikan dirinya kepada masyarakat meskipun secara eksplisit tidak menampakkan hal tersebut.

Marketing politik dalam buku ini mencoba untuk mengembalikan kedudukan rakyat sebagai ”subjek” dan bukan ”objek” politik bagai partai atau kandidat politik . rakyat tidak hanya diam saja tapi juga aktif dalam menentukan hasil. Selain bahasan yang menarik, bahasa yang dipakai tidak seberat judul buku ini. Bahasa yang dipakai ringan dan mudah dipahami oleh masyarakat awam. Dianjurkan bagi para pelaku politik untuk membaca buku ini karena dalam buku ini banyak inspirasi yang dapat membantu dalam menghasilkan produk politik yang menarik.

Kebutuhan akan pendekaatan baru dalam hal mempromosikan produk politik memang merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi, karena masyarakat sudah jemu dengan metode konvensional yang membosankan yang hanya itu-itu saja. Meskipun bukan barang baru tapi merketing politik masih membutuhkan pengembangan dalam beberapa aspek untuk menyempurkan konsep ini dan untuk lebih mengoptimalkan potensi yang ada dalam masyarakat.


Tizar Rahmawan, alumnus Ponpes Bahrul 'Ulum Tambakberas Jombang.